ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN PARALYSIS
1.Pengertian
Paralisis ( Paralysis ) / kelumpuhan
Kelumpuhan (Paralysis) adalah hilangnya
fungsi otot untuk satu atau lebih otot. Kelumpuhan dapat disertai
dengan hilangnya perasaan (kehilangan sensori) di daerah yang terkena
jika terjadi kerusakan sensorik serta motorik. Sebuah studi yang
dilakukan oleh Christopher & Dana Reeve Foundation, menunjukkan
bahwa sekitar 1 dari 50 orang telah didiagnosa dengan kelumpuhan.
Lumpuh berasal dari kata παράλυσις (Yunani) yang berarti,
"penghentian saraf", diri dari παρά (para), "di
samping, dengan" + λύσις (lusis), "kehilangan"
dan λύω (luo), yang berarti "kehilangan".
Kelumpuhan paling sering disebabkan oleh kerusakan dalam sistem saraf, terutama saraf tulang belakang. Penyebab utama lainnya adalah gangguan hormon seperti hiperthyroid,gangguan kelenjar adrenal ( aldosteron / hipokalemia ), stroke, trauma dengan cedera saraf, poliomielitis, amyotrophic lateral sclerosis (ALS), botulisme, spina bifida, multiple sclerosis, dan sindrom Guillain-Barré. Kelumpuhan sementara terjadi selama tidur REM, dan disregulasi dari sistem ini dapat menyebabkan kelumpuhan saat bangun. Obat-obatan yang mengganggu fungsi saraf, seperti curare, juga bisa menyebabkan kelumpuhan. Ada beberapa penyebab yang dikenal banyak untuk kelumpuhan, dan belum ditemukan. Pseudoparalysis (pseudo-makna "palsu, tidak asli", dari ψεῦδος Yunani) adalah pembatasan secara mendadak atau penghambatan gerak karena rasa sakit, ketiadaan koordinasi, orgasme, atau penyebab lainnya, dan bukan karena kelumpuhan otot yang sebenarnya. pada bayi, mungkin merupakan gejala sifilis bawaan. Sebagian besar kelumpuhan disebabkan oleh kerusakan sistem saraf (cedera saraf tulang belakang) yang terjadi secara konstan namun, beberapa bentuk kelumpuhan yang periodik, termasuk kelumpuhan tidur, disebabkan oleh faktor lain. (Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/orthopedic-surgery/2283003 pengertian-kelumpuhan-lumpuh/#ixzz2M6A8VLBf ).
Kelumpuhan paling sering disebabkan oleh kerusakan dalam sistem saraf, terutama saraf tulang belakang. Penyebab utama lainnya adalah gangguan hormon seperti hiperthyroid,gangguan kelenjar adrenal ( aldosteron / hipokalemia ), stroke, trauma dengan cedera saraf, poliomielitis, amyotrophic lateral sclerosis (ALS), botulisme, spina bifida, multiple sclerosis, dan sindrom Guillain-Barré. Kelumpuhan sementara terjadi selama tidur REM, dan disregulasi dari sistem ini dapat menyebabkan kelumpuhan saat bangun. Obat-obatan yang mengganggu fungsi saraf, seperti curare, juga bisa menyebabkan kelumpuhan. Ada beberapa penyebab yang dikenal banyak untuk kelumpuhan, dan belum ditemukan. Pseudoparalysis (pseudo-makna "palsu, tidak asli", dari ψεῦδος Yunani) adalah pembatasan secara mendadak atau penghambatan gerak karena rasa sakit, ketiadaan koordinasi, orgasme, atau penyebab lainnya, dan bukan karena kelumpuhan otot yang sebenarnya. pada bayi, mungkin merupakan gejala sifilis bawaan. Sebagian besar kelumpuhan disebabkan oleh kerusakan sistem saraf (cedera saraf tulang belakang) yang terjadi secara konstan namun, beberapa bentuk kelumpuhan yang periodik, termasuk kelumpuhan tidur, disebabkan oleh faktor lain. (Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/orthopedic-surgery/2283003 pengertian-kelumpuhan-lumpuh/#ixzz2M6A8VLBf ).
Kelumpuhan adalah hilangnya kekuatan yang
dalam hal ini mempengaruhi anggota tubuh yaitu kaki dan lengan
ataupun kelompok otot.
(http://.www.healtoz.com/healthhatoz/Atoz/ency/paralysis.jsp.diambil
pada tgl 18/2/2013).
2.Kelenjar Adrenal
Tubuh memiliki 2 kelenjar adrenal, masing-masing
terletak di puncak ginjal. Bagian dalam
dari kelenjar adrenal (medula) melepaskan hormon adrenalin
(epinefrin) yang mempengaruhi tekanan darah, denyut jantung,
berkeringat dan aktivitas lainnya juga diatur oleh sistem saraf
simpatis.
Bagian luar dari kelenjar adrenal (korteks) melepaskan hormon:
- Kortikosteroid (cortison-like hormones)
- Androgen (hormon pria)
Kelenjar adrenal merupakan bagian dari suatu sistem yang rumit yang
menghasilkan hormon yang saling berkaitan.
Hipotalamus menghasilkan CRH (corticotropin-releasing hormone), yang merangsang kelenjar hipofisa utnuk melepaskan kortikotropin, yang mengatur pembentukan kortikosteroid oleh kelenjar adrenal.
Fungsi kelenjar adrenal bisa berhenti jika hipofisa maupun hipotalamus gagal membentuk hormon yang dibutuhkan dalam jumlah yang sesuai. Kekurangan atau kelebihan setiap hormon kelenjar adrenal bisa menyebabkan penyakit yang serius.
Hipotalamus menghasilkan CRH (corticotropin-releasing hormone), yang merangsang kelenjar hipofisa utnuk melepaskan kortikotropin, yang mengatur pembentukan kortikosteroid oleh kelenjar adrenal.
Fungsi kelenjar adrenal bisa berhenti jika hipofisa maupun hipotalamus gagal membentuk hormon yang dibutuhkan dalam jumlah yang sesuai. Kekurangan atau kelebihan setiap hormon kelenjar adrenal bisa menyebabkan penyakit yang serius.
Kelebihan aldosteron (aldosteronisme) merupakan
suatu keadaan yang mempengaruhi kadar natrium, kalium, bikarbonat dan
klorida dalam darah, yang menyebabkan tekanan darah tinggi, kelemahan
dan kadang kelumpuhan perioidik. Aldosteron
adalah hormon yang dihasilkan dan dilepaskan oleh kelenjar adrenal,
memberikan sinyal kepada ginjal untuk membuang lebih sedikit natrium
dan lebih banyak kalium. Pembentukan aldosteron sebagian diatur oleh
kortikotropin pada hipofisa dan sebagian lagi oleh mekanisme kontrol
pada ginjal (sistem renin-angiotensin-aldosteron). Renin adalah enzim
yang dihasilkan di dalam ginjal dan bertugas mengendalikan
pengaktivan hormon angiotensin, yang merangsang pembentukan
aldosteron oleh kelenjar adrenal.
Hiperaldosteronisme bisa disebabkan oleh suatu tumor (biasanya jinak) pada kelenjar adrenal (suatu keadaan yang disebut sindroma Conn).Kadang hiperaldosteronisme merupakan respon terhadap penyakit tertentu. Misalnya kelenjar adrenal melepaskan sejumlah besar aldosteron jika tekanan darah sangat tinggi atau jika arteri yang membawa darah ke ginjal menyempit.
Hiperaldosteronisme bisa menyebabkan rendahnya kadar kalium, sehingga terjadi kelemahan, kesemutan, kejang otot dan kelumpuhan. Sistem saraf bisa tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Beberapa penderita merasakan haus yang berlebihan dan sering berkemih, dan penderita lainnya ada yang mengalami perubahan kepribadian.(Price & Wilson, 2006)
Hiperaldosteronisme bisa disebabkan oleh suatu tumor (biasanya jinak) pada kelenjar adrenal (suatu keadaan yang disebut sindroma Conn).Kadang hiperaldosteronisme merupakan respon terhadap penyakit tertentu. Misalnya kelenjar adrenal melepaskan sejumlah besar aldosteron jika tekanan darah sangat tinggi atau jika arteri yang membawa darah ke ginjal menyempit.
Hiperaldosteronisme bisa menyebabkan rendahnya kadar kalium, sehingga terjadi kelemahan, kesemutan, kejang otot dan kelumpuhan. Sistem saraf bisa tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Beberapa penderita merasakan haus yang berlebihan dan sering berkemih, dan penderita lainnya ada yang mengalami perubahan kepribadian.(Price & Wilson, 2006)
3.
Penyebab kelumpuhan / paralysis
Kerusakan saraf yang dapat menyebabkan paralisis mungkin di dalam
otak atau batang otak ( pusat sistem saraf ) atau mungkin di
luar batang otak ( sistem saraf perifer ).
Lebih sering penyebab kerusakan pada otak adalah : stroke, tumor,
truma ( disebabkan jatuh atau pukulan ), multiple sclerosis
( penyakit yang merusak bungkus pelindung yang menutupi sel
saraf ), serebralpalsy ( keadaan yang
disebabkan injuri pada otak yang terjadi sesaat setelah
lahir ), gangguan metabolik seperti pada
gangguan hormonal ( gangguan dalam penghambatan kemampuan
tubuh untuk mempertahankannya ).
Kerusakan pada batang otak lebih sering disebabkan trauma,
seperti jatuh atau kecelakaan mobil.
Kondisi lainnya yang dapat menyebabkan kerusakan saraf
dalam atau dengan segera berdekatan pada tulang belakang
termasuk : tumor, herniasi sendi ( juga
disebut ruptur sendi ), spondilosis, rematoid artrirtis pada
tulang belakang atau multiple sklerosis.
Gangguan otot merupakan salah satu gangguan yang diakibatkan karena
terjadi gangguan hormonal diantaranya kelenjar adrenal yang
menghasilkan aldosteron.
Aldosteronisme adalah keadaan klinis yang diakibatkan oleh produksi
aldosteron “suatu hormon steroid mineralokortikoid korteks adrenal
“ secara berlebih. Efek metabolik aldosteron berkaitan dengan
keseimbangan elektrolit dan cairan. Aldosteron meningkatkan reabsorsi
natrium tubulus proksimal ginjal dan menyebabkan ekskresi kalium dan
ion hidrogen. Konsekuensi klinis kelebihan aldosteron adalah retensi
natrium dan air.
- Aldosteronisme Primer yaitu keadaan klinis yang disebabkan oleh produksi aldosteron (hormon steroid mineralokortikoid korteks adrenal ) secara berlebihan sebagai akibat dari adenoma/tumor/hiperplasia pada kortek adrenal.
- Aldosteronisme Sekunder yaitu pengeluaran aldosteron oleh karena rangsangan dari sistem renin angiotensin4. PatofisiologiPeningkatan aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium, jumlah total natrium dalam tubuh dan hiperpolemia. Edema jarang ditemukan karena adanya mekanisme pengalihan, dimana terjadi reabsorbsi natrium pada tubulus proksimal terhalang dengan adanya sitem regulator ginjal.
Hipertensi arteri terjadi karena peningkatan volume cairan, kadar natrium pada arterior dan pembuluh darah serta reaktifitas simfatis penurunan kalium pada intra dan ekstra seluler terjadai karena peningkatan ekresi kalium pada tubulus ginjal. Hipokalemia berakibat kelemahan otot, patique. Polinuktoria (karena peningkatan konsentrasi urin). Perubahan konduktifitas elektrik pada miokard dan penurunan toleransi glukosa.
5.Tanda dan gejala
Paralysis
Distribusi paralisis memberikan syarat yang penting untuk bagian
saraf yang rusak. Hemiplegia disebabkan kerusakan otak pada sisi
berlawanan dengan paralysis, biasanya dari stroke. Paraplegia terjadi
setelah injuri pada bagian bawah batang otak , dan quadriplegia
terjadi setelah kerusakan bagian atas batang otak pada tingkat bahu
atau lebih tinggi ( saraf yang mengontrol lengan sejajar tulang
belakang ). Diplegia biasanya mengindikasikan kerusakan otak, lebih
sering karena serebral palsy. Monoplegia mungkin disebabkan pemisahan
kerusakan diantara system saraf pusat atau saraf perifer. Kelemahan
atau paralysis hanya dapat terjadi pada lengan dan kaki dapat
mengindikasikan penyakit diemelinisasi. Gejala lain yang sering
menyertai paralisis termasuk mati rasa dan perasaan kesemutan, nyeri,
perubahan penglihatan , kesulitan berbicara ,atau masalah dengan
keseimbangan.
Tanda dan Gejala Aldosteronisme :
- Hipertensi dengan tekanan diastolik antara 100-130 mmHg
- Hipokalemia
- Alkalosis Metabolik
- Nyeri Kepala, Edema
- Kelemahan Otot Berat
- Polinukturia, Haus
- Tampak bingung dan sering kesemutan
6. Diagnosis
Memberikan perhatian dengan teliti pada pasien dengan ada riwayat
dapat menunjukkan penyebab paralisis. Pemeriksaan akan melihat
indikasi seperti jatuh atau trauma lainnya, terpapar dengan toksin,
adanya infeksi atau pembedahan, sakit kepala yang tidak deterangkan,
mengawali adanya penyakit hormonal atau metabolisme dan riwayat
kelemahan atau kondisi neurologis lainnya. Pengkajian neurologis uji
kekuatan, refleks, dan sensasi mempengaruhi lokasi dan lokasi yang
normal. Pemeriksaan termasuk CT Scans, MRI atau myelograpy dapat
menyatakan bagian dari injuri. Electromyographi dan test kecepatan
hantaran saraf adalah penampilan untuk uji fungsi otot dan saraf
(http://.www.healtoz.com/healthhatoz/Atoz/ency/paralysis.jsp.diambil
18/2/2013 )
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan paralisis hanya untuk menghilangkan penyebab
utamanya. Penurunan fungsi disebabkan kelumpuhan dalam waktu lama
dapat diatasi melalui program rehabilitasi.
Rehabilitasi termasuk :
- Terapi fisik : terapi fisik difokuskan pada pergerakan. Terapi fisik membantu mengembangkan cara untuk mengimbangi paralisis melalui penggunaan otot yang masih mempunyai fungsi normal, membantu mempertahankan dan membentuk adanya kekuatan dan mengontrol bekas yang dipengaruhinya pada otot dan membantu mempertahankan ROM dalam mempengaruhi anggota badan untuk mencegah otot dari pemendekan ( kontraktur ) dan terjadinya kecacatan. Jika pertumbuhan kembali saraf yang diharapkan, terapi fisik menggunakan retrain yang mempengaruhi anggota badan selama pemulihan. Terapi fisik juga menggunakan peralatan yang sesuai seperti penyangga badan dan kursi roda.
- Terapi kerja ( occupational therapy ). Fokus terapi kerjaadalah pada aktivitas sehari – hari seperti makan dan mandi. Terapi kerja mengembangkan alat dan tehnik khusus yang mengijinkan perawatan sendiri dan jalan memberi kesan untuk memodifikasi rumah dan tempat kerja bahwa pasien dengan kelemahannya bias hidup normal.
- Terapi khusus lainnya : pasien membutuhkan pelayanan terapi pernafasan, konselor bagian rahabilitasi, pekerja sosial, nutrisi, berbicara, guru pengajar khusus, terapi rekreasi atau, therafi hormonal (http://.www.healtoz.com/healthhatoz/Atoz/ency/paralysis.jsp.diambil tgl 18/2/2013 )
- Constraint Induced Treatment Program, yaitu cara penatalaksanaan digunakan pada paralysis yang terjadi setelah terkena stroke dan injuri otak.
8. Pengkajian
Fokus pengkajian pada keadaan umum pasien ; keluhan utama ; lokasi
keluhan utama; sifat keluhan utama dan lamanya keluhan ; faktor –
faktor yang memperberat keluhan . Pengkajian dari kepala sampai kaki
dan meninjau system tubuh sebagai data dasar, dengan menekankan pada
daerah yang memungkinkan mengalami masalah. Pasien diinspeksi dalam
posisi statis dan dinamis. Khususnya melalui inspeksi pada semua
daerah kulit seperti adanya kemerahan atau kerusakan yang kritis.
Pemeriksaan fungsi dasar : gerakan aktif, pasif dan isometric melawan
tahanan sendi. Pemeriksaan spesifik : tes intra artikular ( joint
Play Movement ) sendi bahu; tes kekuatan otot; tes koordinasi
gerakan; tes sirkumtensia otot ( lingkar otot ). Pasien – pasien
dengan kelumpuhan kuadriplegia dan paraplegia mempunyai pengalaman
yang bervariasi dalam derajat kehilangan kekuatan motorik, sensasi
dalam dan superfisial, mengontrol vasomotorik, defekasi, berkemih
serta fungsi seksual. Disamping itu perlu dikaji kondisi psikologis
pasien .
Pengertian terhadap respon emosional dan psikologis pasien dicapai
melalui observasi respon dan tingkah laku pasien serta keluarga untuk
mendengarkan keluhan pasien. Keberhasilan pelaksanaan terapi
kelumpuhan tergantung pada motivasi, usaha dan keinginan pasien. Oleh
sebab itu diperlukan dukungan dari keluarga ataupun orang yang
terdekat dengan pasien. Pelaksanaan terapi ini mungkin membutuhkan
waktu lama dan biaya yang besar oleh sebab itu perlu dikaji kemampuan
ekonomi pasien atau sumber dana yang tersedia. Biarkan pasien yang
menentukan terapi yang akan dijalani sesuai kemampuannya. Kaji
kondisi pasien sebelum, pada saat dan setelah menjalankan terapi.
Pemeriksaan
pada pasien hemiplegia :
- pemeriksaan fungsi dasar : gerakan aktif, pasif dan tes isometrik melawan tahanan bahu
- spesifik : tes intra artikular ( Joint Play Movement ) sendi bahu ; tes kekuatan otot;
- tes koordinasi gerakan ; tes sirkumferensia otot ( lingkar otot ) daerah bahu.9. Asuhan Keperawatan
A.
Keluhan Utama
Klien dengan aldosteronisme biasanya mengeluh badan terasa lemah,
banyak minum, banyak kencing, sering kencing malam, sakit kepala.
B.
Riwayat kesehatan
Riwayat
kesehatan sekarang :
Tanyakan sejak kapan klien merasakan keluhan seperti yang ada
pada keluhan utama dan tindakan yang dilakukan untuk
menanggulanginya.
Riwayat penyakit dahulu :
Tanyakan tentang adanya riwayat penyakit atau pemakai obat-obatan bebas yang bisa mempengaruhi.
Riwayat penyakit dahulu :
Tanyakan tentang adanya riwayat penyakit atau pemakai obat-obatan bebas yang bisa mempengaruhi.
Riwayat kesehatan keluarga :
Tanyakan apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama (aldosteronisme).
Tanyakan apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama (aldosteronisme).
C. Pengkajian
1. Observasi atau temuan
Neurologis :
Kelemahan otot
Keletihan
Parestesi
Paravisis lengan dan tungkai
Tanda chvestek (+)
Tetani dan disfungsi autoimun
1. Observasi atau temuan
Neurologis :
Kelemahan otot
Keletihan
Parestesi
Paravisis lengan dan tungkai
Tanda chvestek (+)
Tetani dan disfungsi autoimun
Kardiovasculer :
Hipertensi
Hipotensi postural tanpa reflek tachicardi
Peningkatan nadi ketika berjongkok
Cardiomegali
Penurunan konduksi melalui myocardium
Ginjal :
Poliuri
Polidipsi
Azotemia
Hipertensi
Hipotensi postural tanpa reflek tachicardi
Peningkatan nadi ketika berjongkok
Cardiomegali
Penurunan konduksi melalui myocardium
Ginjal :
Poliuri
Polidipsi
Azotemia
2. Pemeriksaan diagnostik atau laboratorium
Peningakata aldosteron plasma
Aktivitas renin plasma ditekan atau tidak dapt dirangsang
Gagal untuk menekan aldosteron dengan manuver biasa
Hipernatremia (normal : 135 – 150 mEg/L)
Hipokalemia (normal : 3,5 –5 mEg/L)
Hiperpolemia
Alkolosis metabolik
Eksresi urine (24 jam) 18 – glukoronid
Peningakata aldosteron plasma
Aktivitas renin plasma ditekan atau tidak dapt dirangsang
Gagal untuk menekan aldosteron dengan manuver biasa
Hipernatremia (normal : 135 – 150 mEg/L)
Hipokalemia (normal : 3,5 –5 mEg/L)
Hiperpolemia
Alkolosis metabolik
Eksresi urine (24 jam) 18 – glukoronid
EKG
♦ Segmen ST dan gelombang T tertekan, terlihat gelombang U
♦ Kontraksi ventrikel prematur
Scan lodokolesterol
Scan CT kelenjar adrenal untuk menentukan letak adenoma atau untuk membedakan hiperplasia dari adenoma
Kateterisasi vena adrenal
♦ Segmen ST dan gelombang T tertekan, terlihat gelombang U
♦ Kontraksi ventrikel prematur
Scan lodokolesterol
Scan CT kelenjar adrenal untuk menentukan letak adenoma atau untuk membedakan hiperplasia dari adenoma
Kateterisasi vena adrenal
D.Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan berdasarkan pengkajian pada pasien meliputi :
- Immobilisasi berhubungan dengan ketidakmampuan berjalan
- Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kehilangan sensasi dan imobilisasi permanen
- Resiko terhadap perubahan perfusi jaringan, kardiovaskuler berhubungan dengan disritmia karena hipokalemia.
- Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kelemahan otot, parestesi, disfungsi autonomik dan tetani.E.Intervensi Keperawatan
- Diagnosa keperawatan 1 : immbolisasi berhubungan dengan ketidakmampuan berjalanHasil yang diharapkan : mempertahankan posisi optimal dari fungsi tubuhKriteria hasil : tidak adanya kontraktur, fungsi motorik , rentang gerak dan kekuatan tangan, lengan dan tungkai normalIntervensi :1. jelaskan alasan perlunya bed rest2. tempatkan pada matras / tempat tidur terapeutik3. posisikan tubuh sejajar yang pantas4. hindari menggunakan alas tempat tidur yang kasar5. pertahankan alas tempat tidur bersih, kering dan bebas dari kerutan6. pasang papan pada tempat tidur7. gunakan alat ( contoh : bulu domba ) untuk melindungi pasien8. pasang pengaman tempat tidur, jika perlu9. awasi kondisi kulit10. gunakan alat untuk mencegah footdrop
- Diagnosa keperawatan 2 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kehilangan sensasi dan imobilisasi permanenHasil yang diharapkan :Kriteria hasil : integritas kulit dapat dipertahankan , tidak ada lecet atau luka pada bagian tubuh yang mengalami kelumpuhan.Intervensi :
- Inspeksi seluruh area kulit, catat pengisian kapiler, adanya kemerahan dan pembengkakan.
- lakukan masase dan lubrikasi pada kulit dengan lotion atau minyak
- lindungi sendi dengan menggunakan bantalan busa
- lakukan perubahan posisi sesering mungkin ditempat tidur ataupun sewaktu duduk. Letakkan pasien dalam posisi telungkup secara periodik
- bersihkan dan keringkan kulit khususnya daerah – daerah dengan kelembaban tinggi seperti : dengan menggunakan bantalan bus
- lakukan perubahan posisi sesering mungkin ditempat tidur ataupun sewaktu duduk. Letakkan pasien dalam posisi telungkup secara periodik
- bersihkan dan keringkan kulit khususnya daerah – daerah dengan kelembaban tinggi seperti : perineum
- tinggikan ektremitas secara periodik
- Diagnosa Keperawatan 3 : Resiko terhadap perubahan perfusi jaringan, kardiovaskuler berhubungan dengan disritmia karena hipokalemia.
Intervensi :
- Pertahankan diet tinggi kalium
- Berikan kalium dan suplemen sesuai pesanan
- Pantau kadar kalium serum setiap 8 jam
- Pantau terhadap tanda dan gejala hipokalemia
- Antisipasi kebutuhan untuk memberikan bantuan saat melakukan aktivitas
- Bantu saat melakukan latihan rentang gerak setiap 8 jam sekali bila pasien menjalani tirah baringRasional :
- Agar kadar kalium dalam tubuh normal
- Untuk menambah masuk kalium yang tidak di dapatkan
- Mengetahui kadar kalium normal
- Mengetahui adanya gejala hipokalemia
- Agar klien tidak mengalami kerusakan jaringan tubuh karenatirah baring yang lama.Evaluasi
- Kadar kalium dalam tubuh normal
- Tidak ada tanda dan gejala hipokalemia
- Terpenuhinya diet tinggi kalium
Diagnosa Keperawatan 4 : Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kelemahan otot, parestesi, disfungsi autonomik dan tetani.Intervensi :
- Kaji fungsi neuromuskular setiap 4 – 8 jam, laporkan perubahan yang menandakan potensial terjadinya tetani, peningkatan kelamahan / parastesi.
- Bantu dan berikan dorongan untuk melakukan ambulasi bila pasien mampu.
- Berikan bantuan untuk memberikan ambulasi.
- Pertahankan tempat tidur dalam posisi rendah dan pagar tempat tidur tetap terpasang.
- Singkirkan benda-benda dan objek lain yang secara potensial membahayakan diri lingkungan pasien.
Rasional :
- Agar mengetahui lebih awal terhadap terjadinya kelemahan otot
- Agar klien tidaak merasa lelah daaan bosan dalam posisi yang sama pada proses penyembuhan
- Untik menghindari terjadinya cedera atau trauma yang akan terjadi saat klien menjalani proses penyembuhan
- Menjaga agar terjadi hal-hal yang membahayakan bagi klienEvaluasi :
- Tidak terjadi cedera yang berhubungan dengan kelemahan otot
- Mobilitas terpenuhi
- Tidak terjadi intoleren aktivitas
- Kurang pengetahuan tentang kebutuhan penatalaksanaan terapi jangka panjang.
DAFTAR
PUSTAKA
Capernito,L.J. ( 1999
). Nursing care plans & documentation.Nursing diagnoses and
colaboratteve problems. ( 2nd ed ). ( Monica ester & Setiawan,Trj
).Jakarta :
EGC ( buku asli
diterbitkan 1995 )
Dromerick ,A. ( 2004 ).
Constraint Induced Treatment Program. Diambil pada tanggal 20
Februari 2006 dari http://www.neuro.wustl.edu/smart/cipt.htm.
diambil pada tgl 18/2/2013.
Dongoes,M.E.,
Moorhouse, M.F., Geissler,A.C. ( 2000 ). Nursing care plans,
guidelins for planning and documenting patient care. ( 3th ed). ( I
Made Kariasa & Ni Made Sumarwati, Trj ). Jakarta : EGC ( buku
asli diterbitkan 1993 )
Erickson,R. ( 2005 ).
Paralysis and aldosteronism Treatment. Diambil pada tanggal18
Februari 2013 dari
http://www.medicalacupunture.org/acu_info/article/paralysistreatmen
McCloskey.J,
Bulechek.G.M. ( 1996 ). Nursing Interventions classification ( NIC ).
2nd.ed. St.Louis : Mosby Year Book-Inc
Shorey,J. ( 2005 ).
Functional Electrical Stimulation. Diambil pada tanggal18
Februari 2013 dari
http://www.paralysis.org/site/c.erJMJUOxFmH/b.
1267889/k.29C2/Fu.
Smeltzer. & Bare. (
2002 ).Textbook of medical surgical nursing. Brunner & Suddarth (
8th ed ). ( H.Y.Kuncara,dkk,Trj ). Jakarta : EGC ( buku asli
diterbitkan 1996 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar